Thursday, November 05, 2009

IKHLAS

penulis asmaul chusna |

“Dan mereka tidak disuruh kecuali supaya beribadah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam menjalankan agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus ” (QS. Al Bayyinah:5)


Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaly dalam Syarahnya menerangkan bahwa syarat sah diterimanya suatu amal perbuatan itu ada dua , yaitu ikhlas dan benar. Bagaimana makna ikhlas dan benar yang dimaksud dalam hal ini??

Ikhlas menurut beliau merupakan suatu perbuatan yang dimaksudkan mencari keridhaan Allah SWT, bukan yang lainnya. Sedangkan menurut Ibnu Rajab, Ibnu Qayyim dan al Ghazali, ikhlas dimaknai sebagai memurnikan tujuan bertaqarrub (mendekat) kepada Allah SWT, dan menjauhkannya dari hal-hal yang mengotori. Arti lainnya adalah menjadikan Allah SWT sebagai satu-satunya tujuan dalam segala bentuk ketaatan serta mengabaikan pandangan makhluk dengan cara selalu berkonsentrasi kepada Allah, Sang Khalik. Sedangkan benar yang dimaksud disini adalah kesesuaian amal perbuatan itu dengan sunnah Rosulullah SAW yang shahih dan tidak melakukan amalan yang tidak dicontohkan oleh beliau SAW.

Allah SWT akan memberikan balasan pahala terhadap amal perbuatan berdasarkan pada apa yang diikuti oleh hati dengan rasa ikhlas dan niat yang tulus. Apabila suatu amal telah tercampuri oleh harapan-harapan duniawi sedikit maupun banyak, maka tercemarlah kejernihan amalnya. Padahal manusia, kebanyakan mudah sekali terlena dalam harapan dan syahwat. Hampir tidak ada suatu amal ibadah yang bisa benar-benar bersih dari semuanya itu. Maka disinilah fungsi ikhlas, dimana dengan menghadirkan ikhlas, maka berarti kita berusaha membersihkan hati dari segala kotoran yang akan mengurangi nilai pahalanya sehingga tujuannya akan selalu kembali kepada Allah SWT. Dan sikap ini hanya bisa bisa datang dari seseorang yang mencintai Allah SWT dan menggantungkan seluruh harapannya di akhirat.

Sebagai contoh, kebiasaan makan dan minum kita tidak akan bernilai apa-apa jika dalam kita makan dan minum hanya terlintas pikiran agar kenyang dan hilang dahaga. Akan tetapi makan dan minum yang diiringi dengan niat lurus menguatkan jasad untuk beribadah pada Allah SWT, maka itulah nilai ikhlas ibadah yang sebenarnya yaitu senantiasa membersihkan dan mengarahkan hati kepada Allah SWT apapun amal ibadah yang kita lakukan.

Dari Abu Hurairah ‘Abdurrahman bin Sakhr ra. dia berkata, Rosulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk rupa kalian dan juga harta benda kalian, tetapi Dia melihat hati dan perbuatan kalian” (HR. Muslim 2564/34)

Memperbaiki hati itu lebih utama untuk didahulukan daripada perbaikan anggota badan, sebab anggota badan hanyalah mengikuti perintah dan larangan hati. Oleh karena itu, jika hati itu baik maka akan baik seluruh tubuh dan jika hati telah rusak maka akan rusak pula seluruh badan. Sungguh, kita akan bertanggung jawab dan akan dihisab berdasarkan niat dan amalnya. Dan karena itu pula, kita benar-benar harus mengarahkan keduanya ke jalan yang baik dan lurus yaitu jalan petunjuk yang datang dari Allah dan jalan kebenaran yang berasal dari Rosulullah SAW dengan menghadirkan rasa cinta pada Allah dan akhirat.

Yang terberat dari ikhlas yang sesungguhnya menurut Salim A. Fillah adalah saat kita menyedari bahwa dia merupakan proses yang tidak kenal henti. Ikhlas dalam amal harus ada sebelum, saat, sesudah hingga kita memulainya amal perbuatan itu lagi. Sungguh berat memang, akan tetapi atas Kemurahan Allah SWT dan Keluasan rahmatNya, kita yang mudah sekali tergelincir ini diberikan kesempatan untuk memperbaiki hati, memperbaiki niat, mengganti motivasi ketika niat untuk bertaqarrub mulai bergeser. Inilah yang disebut Salim sebagai kesejukan bagi seorang mukmin ditengah ketersesatan yaitu ketika telah berangkat beramalpun kita bisa memperbaiki niat amal dan menata kembali keikhlasan.

Last but not least, ikhlas itu sangat sulit tetapi Allah SWT dan Rosulullah SAW telah memberikan kita kesempatan, kesejukan dan contoh mulia bagaimana agar kita tetap menikmati indahnya ikhlas, dan nikmatnya amal yang diterima Allah SWT. Dari sini, saya mengajak diri saya dan anda, para pembaca yang dirahmati Allah. Mari kita senantiasa memperbaiki niat setiap kita beraktifitas, karena kita tidak tahu kapan maut itu akan menjemput kita, dan bagaimana keadaan kita saat dia datang.

“ Dan (pada hari kiamat) jelaslah bagi mereka dari Allah apa-apa yang belum pernah mereka perkirakan. Dan jelaslah bagi mereka keburukan-keburukan dari apa-apa yang telah mereka kerjakan. (QS. Az Zumar: 47-48).
Wallahu a’lam

Dedicated for my beloved older brother, M. Edris al Farq
on his 28th birthday
^wish u all the best~barakallahu fiika ya akhi^

Silent Room,
Malang, 3th Nov 09

Maraji’ :
1. Al Qur’anulkariim, Penerbit Syamiil Cipta Media
2. Bahjatun Naazhiriin Syarh Riyaadhish Shaalihiin, terjemah Indonesia Jilid I. Syaikh Salim Ied al-Hilaly. Penerbit Pustaka Imam asy-Syaf’i
3. Tazkiyatun Nafs, Konsep Penyucian Jiwa Menurut Ulama Salaf. Ibnu Qayyim, Ibnu Rajab, dan Al Ghazali. Penerbit Pustaka Arafah
4. Jalan Cinta Para Pejuang. Salim A. Fillah. Penerbit Pro-U Media

Selengkapnya...

My Readers