Friday, August 21, 2009

SERIAL PUASA: ADAB BERBUKA PUASA

penulis asmaul chusna |

Nggak mau kan puasa anda berkurang barakahnya hanya gara-gara kita tidak menjaga adab-adabnya?? Berikut serial puasa yang membahas masalah berbuka puasa. Syaikh Salim bin Ied al Hilaaly, dalam eBook "Fikih Puasa Praktis: Berpuasa Seperti Rasulullah Shalalahu Alaihi Wasallam" menjelaskan adab dalam berbuka puasa dengan cukup jelas. Semoga bermanfaat ^.^


Di dalam al-Qur’an, Allah SWT berfirman:

“Kemudian sempurnakanlah puasa hingga malam.” (Qs. al-Baqarah [2]: 187).

Rasulullah Saw menafsirkan ayat ini dengan arti, “datangnya malam dan perginya siang, serta tersembunyinya bundaran matahari”. Syaikh Abdur Razzaq telah meriwayatkan dalam Mushannaf 7591 dengan sanad yang di-shahih-kan oleh al-Hâfidz Ibn Hajar[1] dan al-Haitsami[2] dari Amr bin Maimun al-Audi:

“Para sahabat Muhammad Saw adalah orang-orang yang paling bersegera dalam berbuka dan paling akhir dalam sahur.”

a. Menyegerakan Berbuka

Rasulullah Saw telah memerintahkan kepada kita supaya menyegerakan berbuka puasa, ketika matahari telah terbenam.

Dari Sahl bin Sa’ad ra, Rasulullah Saw bersabda:

“Senantiasa manusia di dalam kebaikan selama menyegerakan bebuka.”[3]

Di dalam riwayat lain yang dituturkan dari Sahl bin Sa’ad ra, dinyatakan, bahwa Rasulullah Saw bersabda:

“Ummatku akan senantiasa dalam sunnahku selama mereka tidak menunggu bintang ketika berbuka (puasa).”[4]

Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah Saw bersabda:

“Agama ini akan senantiasa menang selama manusia menyegerakan berbuka, karena orang-orang Yahudi dan Nasrani mengakhirkannya.”[5]

b. Berbuka Sebelum Sholat Maghrib

Rasulullah Saw berbuka sebelum sholat Maghrib[6] karena menyegerakan berbuka termasuk akhlaknya para nabi. Dari Abu Darda’ ra:

“Tiga perkara yang merupakan akhlak para nabi: menyegerakan berbuka, mengakhirkan sahur dan meletakkan tangan di atas tangan kiri dalam shalat.”[7]

c. Berbuka dengan Korma dan Air

Pada dasarnya, memberi asupan makanan manis pada tubuh, selepas berpuasa penuh, akan lebih membangkitkan selera dan bermanfaat bagi badan. Bahkan makanan manis, misalnya korma, akan menguatkan tubuh dan mengembalikan kesegaran pada tubuh kita. Adapun air, sesungguhnya, ketika sedang menjalankan ibadah puasa, banyak sekali cairan tubuh yang lenyap (dehidrasi). Oleh karena itu, air sangat diperlukan untuk menormalisasi cairan tubuh; sehingga tubuh kita tidak terkena dehidrasi.

Ketahuilah wahai hamba yang taat, sesungguhnya korma mengandung berkah dan kekhususan —demikian pula air. Lebih dari itu, ia akan memberikan pengaruh yang baik dan mensucikan hati kita. Hal ini tidak ada yang mengetahuinya kecuali orang yang mengikuti sunnah Rasulullah. Dari Anas bin Malik ra:

“Adalah Rasulullah Saw berbuka dengan korma basah (ruthab), jika tidak ada ruthab maka berbuka dengan korma kering (tamr), jika tidak ada tamr maka minum dengan satu tegukan air.”[8]

d. Doa yang Diucapkan Ketika Berbuka

Doa yang paling afdhal adalah doa ma’tsur dari Rasulullah Saw. Nabi Saw jika berbuka mengucapkan:

“Dzahaba ad-dhâma’u wabtalati al-‘urûqu watsabbati al-ajru insyaAllah (Telah hilang dahaga dan telah basah urat-urat, dan telah ditetapkan pahala Insya Allah).”[9]

Ketahuilah, doa orang yang berpuasa akan dikabulkan oleh Allah SWT. Oleh karena itu, berdoalah kepadaNya dengan doa-doa yang baik, mudah-mudahan engkau bisa mengambil kebaikan di dunia dan akhirat. Dari Abu Hurairah ra dituturkan, bahwa Rasulullah Saw bersabda:

“Tiga doa yang dikabulkan: doanya orang yang berpuasa, doanya orang yang terdhalimi dan doanya musafir.”[10]

Doa orang yang sedang berpuasa pasti tidak akan ditolak, alias dikabulkan oleh Allah SWT. Ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra; bahwasanya Nabi Saw bersabda:

“Tiga orang yang tidak akan ditolak doanya: orang yang puasa ketika berbuka, Imam yang adil dan doanya orang yang didhalimi.”[11]

Dalam riwayat lain, dari Abdullah bin Amr bin al-‘Ash, dituturkan, bahwa Rasulullah Saw bersabda:

“Sesungguhnya orang yang puasa ketika berbuka memeliki doa yang tidak akan ditolak.”[12]

e. Memberi Makan Orang yang Puasa

Siapa saja yang memberi makan kepada orang yang berpuasa niscaya akan mendapatkan pahala besar dan kebaikan yang banyak. Rasulullah Saw bersabda:

“Barangsiapa yang memberi buka orang yang puasa akan mendapatkan pahala seperti pahalanya orang yang berpuasa tanpa mengurangi pahalanya sedikitpun.”[13]

Orang yang sedang menjalankan puasa wajib memenuhi undangan (makan) saudaranya, dan orang yang diundang disunnahkan mendoakan pengundangnya setelah selesai makan dengan doa-doa dari Nabi Saw:

“ ‘Aftara ‘indakumus-sâ’imûna, wa ‘akala ta’âmakumul-‘abrâru, wa sallat ‘alaikumul-malâ’ikatu (Telah makan makanan kalian orang-orang bajik, dan para malaikat bershalawat [mendoakan kebaikan] atas kalian, orang-orang yang berpuasa telah berbuka di sisi kalian).”[14]

“Allâhumma ‘atim man ‘at’amanî wasqi man saqânî (Ya Allah, berilah makan orang yang memberiku makan berilah minum orang yang memberiku minum).”[15]
===================================================================
[1] Fath al-Bârî, jld. 4, hal. 199.

[2] Majma’ az-Zawaid, jld. 3, hal. 154

[3] HR. Bukhâri 4/173 dan Muslim 1093.

[4] HR. Ibn Hibban 891 dengan sanad shahih.

[5] HR. Abû Dâwud 2/305 dan Ibn Hibban 223, sanadnya hasan.

[6] HR. Ahmad 3/164 dan Abû Dâwud 2356, dari Anas dengan sanad hasan.

[7] HR. ath-Thabrani dalam al-Kabîr sebagaimana dalam al-Majma 2/105 dia berkata: “…marfu’ dan mauquf shahih adapaun yang marfu’ ada perawi yang tidak aku ketahui biografinya.” Syaikh Salim bin Id al-Hilali, Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid menyatakan mauquf —sebagaimana telah jelas— mempunyai hukum marfu’ (lihat Sifat ash-Shaum Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam Fî Ramadhan).

[8] HR. Ahmad 3/163; Abû Dâwud 2/306; Ibn Khuzaimah 3/277-278; at-Tirmidzi 93/70 dengan dua jalan dari Anas, sanadnya shahih.

[9] HR. Abû Dâwud 92/306, no. 2357; al-Baihaqi 4/239; al-Hâkim 1/422; Ibn Sunni 128; an-Nasâ’i 1/66 dan dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah, hal. 296; ad-Daruquthni 3/1401, no. 2247; dan al-Baghawi dalam Syarh as-Sunnah jld. 6, hal. 265. Semuanya diriwayatkan dari jalur Ali bin Hasan. Menurut al-Hâkim, haditsnya shahih dengan syarat Bukhâri dan Muslim, dan ad-Dzahabi menyepakatinya. Sedangkan ad-Daruquthni 2/185 berkata: “sanadnya hasan”. Hadits ini di-hasan-kan oleh Syaikh Nashiruddin al-Albâni dalam kitab Irwâ al-Ghalîl, jld. 4, hal. 39, no. 920.

[10] HR. Uqaili dalam ad-Dhu’afa’ 1/72, Abu Muslim al-Kajji dalam Juz-nya, dan dari jalan Ibn Masi dalam Juzul Anshari sanadnya hasan kalau tidak ada ‘an-‘annah Yahya bin Abi Katsir, hadits ini punya syahid yaitu hadits selanjutnya.

[11] HR. at-Tirmidzi 2528; Ibn Mâjah 1752; Ibn Hibban 2407 ada jahalah Abu Mudillah.

[12] HR. Ibn Mâjah 1/557; al-Hâkim 1/422; Ibn Sunni 128; ath-Thayalisi 299 dari dua jalan al-Bushiri berkata: 2/81 ini sanad yang shahih, perawi-perawinya tsiqat.

[13] HR. Ahmad 4/144, 115, 116, 5/192; at-Tirmidzi 804; Ibn Mâjah 1746; Ibn Hibban 895, di-shahih-kan oleh Imam at-Tirmidzi.

[14] HR. Abi Syaibah 3/100; Ahmad 3/118; an-Nasâ’i dalam Amalul Yaum wal Lailah, hal. 268; Ibn Sunni 129; Abdur Razzaq 4/311 dari berbagai jalan darinya, sandnya shahih.

[15] HR. Muslim 2055 dari Miqdad.

2 komentar:

Malin Kundang said...

Kapitalisme Pahala

Saya melakukan eksperimen terhadap sebuah formula pahala yang lazim dikenal, yaitu:
Barangsiapa yang memberi buka orang yang puasa akan mendapatkan pahala seperti pahalanya orang yang berpuasa tanpa mengurangi pahalanya sedikitpun.

Eksperimennya berjalan seperti ini.
Suatu hari seorang teman saya satu kos-kosan berpuasa. Saya mengenalnya sebagai orang yang baik, ramah, penolong, jujur, saleh, rajin sholat, dan berkecukupan. Tentu ketika dia berpuasa, puasanya itu dilakukan dengan kesungguhan dan niat yang tulus. Dia orang mampu, bukan orang yang berpuasa--seperti beberapa mahasiswa di kos-kosan kami yang lain waktu itu--karena uang kiriman habis atau karena dihabiskan untuk berjudi (entah judi kyu-kyu atau sepakbola). 

Dalam benak saya, pahalanya pasti besar, lalu saya teringat dengan formula di atas. Kalau saya nanti memberi atau membelikannya makanan untuk berbuka puasa, tentunya saya akan mendapatkan pahala yang sama. Ah, kesempatan baik. Kapan lagi saya bisa mendapatkan pahala sebesar itu? Disiplin tidak punya. Ketulusan relijius tidak terpelihara. Niat baik bertaqwa tidak ada, ketahanan untuk menahan lapar, haus, dan nafsu apalagi. Tapi, di kantung saya, ada beberapa ribu uang kiriman ekstra yang bisa saya gunakan untuk membelikan makanan buka puasa. Alhamdulillah, ternyata jalan menuju pahala dan kebajikan tidak seterjal dan seberliku yang saya bayangkan.

Jadi saya sudah siapkan rencana untuk menyiapkan atau membelikan makanan berbuka bagi kawan saya yang alim ini. 

Menunggu adalah pekerjaan yang paling mengesalkan. Apalagi menunggu kesempatan mendapat pahala 'murah meriah' pada saat azan magrib berkumandang. Buat kawan saya yang sedang kelaparan dan kehausan itu, menunggu dilakukannya dengan tidur siang. Sebagai seorang 'investor pahala' tentu saya tidak mau pahala yang saya dapatkan nantinya berkurang nilainya karena puasa kawan saya ini diisi terlalu banyak tidur. Ketika dia mulai terlelap, saya pukul bangku dikamarnya dengan keras. Blarrr! Dia kaget, terbangun dan sedikit gusar, tetapi tetap menahan sabar. "Ada apa?" katanya. "Jangan tidur, puasa kok tidur, mana tantangannya?" Lalu dia menggerutu tidak jelas dalam bahasa ibunya, tidak tidur lagi, dia kemudian membaca diktat kuliah.

Lalu saya pikir, orang yang berpuasa sambil berjalan-jalan ke pasar atau malah ke lokalisasi pelacuran, ke tempat-tempat dengan  godaan dan tantangan yang begitu tinggi tentunya akan menghasilkan pahala lebih tinggi daripada yang berpuasa sambil membentengi diri dengan kebajikan atau menjauhkan diri dari kemaksiatan. Puasa dengan taktik 'menghindar'  adalah puasa anak TK, puasa for beginner, menurut saya. Saya harus memberikan tantangan yang lebih besar lagi, demi meningkatkan mutu pahala yang bisa saya dapatkan nantinya, ini murni pemikiran untung-rugi investasi pahala.

Lalu, di kamarnya, di komputernya, saya putarkan VCD porno. Murni hanya sebagai tantangan. Buat saya menonton film porno berjamaah sungguh tidak menaikkan birahi dan tidak bermanfaat kecuali sebagai sarana bersosialisasi dengan khalayak berselera rendah yang lain. Film porno bagi saya hanya bisa berfungsi jika ditonton secara privat. Kali ini film porno saya mainkan dalam fungsi yang lain: meningkatkan pahala puasa seseorang.

Malin Kundang said...

Teman saya yang berpuasa kaget, sempat menegur saya dengan jengkel, "Kamu kan tahu saya sedang berpuasa...." Saya jawab, "Tentu, dan ini agar pahalamu bertambah, karena puasamu jadi lebih tertantang dan teruji. Biarlah dosa memutar VCD maksiat ini saya tanggung sendiri." Dia lalu melengos keluar, mengambil air wudhu dan sholat Ashar di kamar saya.

Matahari makin menggelincir ke barat. Tak sedetikpun kawan saya ini saya lepaskan dari tantangan dan godaan. Mulai dari menghamburkan segala celaan sampai mencuranginya dalam permainan kartu truf secara brutal, membiarkannya dengan sabar mengocok kartu.

Akhirnya, ketika azan magrib menjelang dalam hitungan menit, ia datang dan menyampaikan niatnya meminjam sepeda saya. "Jangan," kata saya, "kamu kan seharian belum makan, nanti lemas, bahaya." Lalu saya boncengi dia bersepeda ke warung pilihannya. Dia berbuka dengan sepotong pisang goreng yang hangat dan harum baunya, satu gelas es teh manis, lalu sepiring nasi putih yang masih berasap, sepotong sayap ayam bakar kecap, dan semangkuk sup jagung. Saya hanya memesan segelas es teh, belum waktunya makan malam buat saya.

Lalu kami mengobrol, sambil merokok, dan ketika tiba waktunya pergi, saya bergegas mendahuluinya ke kasir lalu membayar semua makanan dan minuman. "Lho...." dia terheran-heran. Mana pernah saya berbaik hati membayari makanan orang lain, bahkan kepada pacar sendiri (lebih jelasnya, saya tidak pernah punya pacar karena menghindar kewajiban membayari makannya dalam kencan, ini memang bukan peraturan resmi, tapi sejenis konvensi tak tertulis. Saya berusaha mencari pacar yang justru membayari makan saya dalam kencan, tapi tidak pernah dapat).

Saya diam saja. Lalu di parkiran warung, saya katakan, "Kamu kan sudah makan, sudah 'isi bensin', gantian, sekarang saya yang dibonceng, kamu nggenjot."

Masih didera penasaran, setiba di kos-kosan, kawan saya bertanya kenapa tumben saya berbaik hati membayari makan buka puasanya. Lalu saya jelaskan skema investasi pahala yang saya operasikan sepanjang hari.

"Bajingan!" Itulah komentar pertama dari mulutnya yang tidak lagi berpuasa.

"Tapi kamu tidak kehilangan apa-apa, pahalanya tidak dibagi dua, ini jaminan dari Nabi. Saya hanya memanfaatkan ekstra, bonus, apalah namanya...." demikian saya berupaya membendung kekesalannya.

"Modal nggenjot berangkat, sama berapa ribu perak aja minta pahala sama."

"Lho, tapi kan saya ikhlas. Kamu juga yang ikhlas dong, kalo nggak nanti malah pahalamu yang berkurang. Saya kan sudah ikhlas mbayari buka puasa."

"Gue ganti aja dah duitnya, gue bayar sendiri aja."

"Nggak bisa! Mending dapet pahala daripada duit. Duit gampang dicari, pahala puasa kayak gini yang susah nyarinya jaman sekarang."

"Brengsek. Lu emang kapitalis curang. Pahala dikira dagangan apa?"

"Ape kate lo aje deh."

Nah demikianlah sebagian gerutuan dan sesekali makian yang berjalan lewat waktu isa, sepanjang pertandingan sepakbola langsung yang disiarkan TV, sampai tiba waktunya sahur lagi. Dia pergi sendiri berangkat sahur dengan motor, tak lagi meminjam sepeda saya untuk ke warung. Mungkin enggan berbagi pahala dengan sepeda saya.

Saya juga tidak terlalu peduli. Jaminan Nabi untuk dapat pahala sama hanya pada memberi makan orang yang berbuka, bukan yang sahur.

My Readers